AGAMA ISLAM DAN PENGARUHNYA
DI INDONESIA
A. Hakekat
Agama Islam
Menurut (http://3gplus.wordpress.com/2008/04/21/sejarah-perkembangan-islam-di-dunia/)
Islam dimulai dengan ajaran Muhammad saw., di tempat kelahirannya Mekkah.
Sifat-sifat yang menjadi ciri agama baru ini dikembangkan setelah beliau pindah
ke Madinah dalam tahun 622 M. Sebelumnya beliau wafat sepuluh tahun kemudian,
telah jelaslah sudah bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan suatu badan
kepercayaan agama pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan suatu
masyarakat merdeka, dengan sistem sendiri tentang pemerintahan, hukum, dan
Lembaga Generasi Muslimin pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah satu
titik perubahan penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622 M
sebagai permulaan takwin Islam baru.
Dengan pemerintah yang
kuat, cerdas, dan satu kepercayaan yang menggelorakan semangat
penganut-penganut dan tentara-tentara dalam waktu yang tidak lama, masyarakat
baru ini menguasai seluruh Arabia Barat dan mencari dunia baru untuk
ditundukkan. Setelah sedikit kemunduran pada wafat Muhammad saw., gelombang
penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia bagian Utara dan Timur, menyerang kubu-kubu
pertahanan di perbatasan kerajaan Romawi Timur di Syirq al-Ardun dan kerajaan
Persia di Irak Selatan. Angkatan-angkatan perang kedua kerajaan raksasa ini,
karena perang tidak henti-hentinya,
kehabisan kekuatan, kemudian dikalahkan satu-persatu. Dalam waktu enam
tahun, seluruh Siria dan Irak diharuskan membayar upeti kepada Madinah, dan
empat tahun kemudian Mesir digabungkan pada kerajaan Islam baru.
Dalam waktu kurang dari
satu abad mereka telah ke Maroko, Spanyol, Perancis, pintu-pintu kota Konstantinopel,
jauh ke Asia Tengah sampai ke Sungai Indus. Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan
Arab dipindahkan ke Damsyik, tempat kedudukan baru Khalifah Bani Umayah.
Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam, namun pemerintah dan
kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh adat-istiadat Yunani dan Rumawi Timur.
Dua buah monumen yang indah sekali dari zaman Bani Umayahh ialah Mesjid Raya di
Damsyik dan Mesjid Al-Aqsa di Darusalam merupakan perpaduan dua kebudayaan
tersebut.
Kemunculan tiba-tiba
aliran baru dan pendapat yang berlawanan dengan paham resmi menyebabkan
perpecahan antara lembaga-lembaga agama dan duniawi dalam masyarakat Islam.
Pemisahan azas duniawi Bani Umayah dan ketidakpuasan para warga negara bukan
Arab, dan pecah perang saudara diantara suku, Arab, menyebabkan jatuhnya tahun
750 M. Hal ini menunjukkan bahwa setelah wafat Muhammad saw. kebudayaan agama
Islam telah mengalami perkembangan dan konsolidasi yang luar biasa, baik, di
dalam maupun di luar Arabia.
Setelah itu Bani Abbas
menggantikan Bani Umayah dan mendirikan ibu kotanya di Baghdad dalam tahun 762
M. Abad kesembilan dan kesepuluh Masehi merupakan puncak kemajuan peradaban
Islam. Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan beberapa kesenian,
berkembang dengan subur di Persia, Mesopotamia, Siria, dan Mesir.
Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan kehidupan intelektual, sedang ilmu
pengetahuan agama berkembang di Samarqand sampai ke Afrika Utara dan Spanyol.
Kesusasteraan dan pikiran Yunani, Persia, dan India melebar.
Pada akhir abad
kesepuluh Masehi daerah Islam sedikit lebih luas dibandingkan pada tahun 750.
Semenjak diciptakan suatu peradaban besar, memuncak kehidupan intelektual, kaya
dan cerdas dalam bidang ekonomi, dipersatukan dengan syariat, menjadi penjelmaan kekuasaan Islam rohani dan
duniawi. Ketika kekuatan militernya berkurang, maka sebagaimana juga. terjadi
dengan kerajaan Rumawi enam abad sebelumnya, kerajaan Islam berangsur-angsur
dikuasai oleh bangsa-bangsa biadab dari luar perbatasannya; dan juga seperti
kerajaan Rumawi.
Mulai abad kesebelas
Masehi, ilmu Sufi mengerahkan kebaktian sebagian besar kegiatan kerohanian umat
Islam, dan mendirikan suatu sumber pembaharuan kepribadian yang sanggup
mempertahankan tenaga kebatinan selama abad-abad sesudahnya penuh dengan kemerosotan
politik dan perekonomian. Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar perseorangan
maupun (di kemudian hari) sebagai anggota dalam gabungan tarekat merupakan
pemimpin mengislamkan orang penyembah berhala, yang tidak beragama, dan suku
yang hanya tipis sekali pengislamannya. Penyebaran agama berhasil ialah
terbanyak oleh kawan sebangsa sendiri dari suku-suku tersebut yang biasanya
kikuk, buta huruf, dan kasar. Merekalah yang meletakkan dasar-dasar yang
memungkinkan generasi kemudian menerima keadaban hukum syariat dan tauhid yang
lebih halus. Berkat pekerjaan mereka, maka dalam abad-abad berikutnya,
batas-batas daerah Islam dapat diperluas di Afrika, India, dan Indonesia,
melintangi Asia Tengah ke Turkestan dan Tiongkok, dan di beberapa bagian Eropa
Tenggara.
Perkembangan yang
digambarkan di muka tadi dipercepat oleh malapetaka yang berturut-turut terjadi
di Asia Barat dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Penyerbuan pertama
kaum Mongol penyembah berhala, membumihanguskan propinsi-propinsi bagian Timur
Laut antara 1220 dan 1225 M. Gelombang kedua yang menduduki Persia dan Irak
menamatkan khalifah Baghdad yang bersejarah dalam 1258 M, dan memaksakan
seluruh dunia Islam Timur, terkecuali Mesir, Arabia, dan Siria, membayar upeti
kepada kerajaan Mongol yang besar. Sisa-sisanya diselamatkan oleh golongan
militer terdiri dari “budak belian” Turki dan Kipcak, kaum Mamluk, yang telah
merebut kekuasaan politik di Mesir.
Di bawah pemerintahan
Mamluk, peradaban Islam yang lama langsung berkembang lebih kurang dua setengah
abad dalam bidang kesenian benda (istimewa dalam lapangan seni bangunan dan
seni-kerajinan logam), tetapi disertai kemunduran daya kerohanian dan intelek.
Pada waktu yang sama, di daerah-daerah kekuasaan Mongol hidup kembali suatu
peradaban Islam Persia yang cemerlang pada beberapa segi. Terutama dalam seni
bina dan kesenian halus, termasuk seni lukis dalam bentuk yang sangat kecil
(miniatur); kebudayaan tersebut berakar dalam kerohanian Sufi. Meskipun
kedatangan dua kali “Maut Hitam” dan mengalami serbuan Timur Lenk dalam abad
keempat belas yang menghancurleburkan Persia, namun kebudayaan Persia mampu
memberikan ragam kepada kehidupan intelektual dari kerajaan-kerajaan Islam
baru, –yang dilahirkan pada kedua sisinya– di Anatolia, Balkan, dan India.
Perluasan kerajaan
Dinasti Osman di Asia dan Afrika Utara serta pembentukan kerajaan Mughal di
India dalam abad keenam belas membawa sebagian besar dunia Islam kebawah
pengawasan pemerintahan negara keduniawian yang kuat, memusatkan kekuasaannya
yang besar. Ciri khas kedua kerajaan tadi ialah menitikberatkan pada pandangan
ahli sunah waljamaah dan hukum syariat. Urusan agama dan urusan ketatanegaraan
tidak dipersatukan karena kebijaksanaan militer dan sipil disusun menurut garis
tidak Islam yang bebas, tetapi dapat saling menyokong akibat suatu persetujuan
yang berlangsung hingga abad kesembilan belas.
Diantara dua saluran
kehidupan agama Islam tersebut, saluran Sufilah yang lebih lebar dan dalam.
Abad ketujuh belas dan permulaan abad kedelapan belas menyaksikan puncak
tertinggi tarekat Sufi. Tarekat-tarekat besar menyebarkan suatu jalinan
perhimpunan-perhimpunan dari mula hingga akhir dunia Islam, sedang
perkumpulan-perkumpulan setempat dan cabang-cabangnya menggabungkan anggota
pelbagai golongan dan kejuruan jadi umat yang bersatu padu. Selain itu,
kebudayaan Islam dalam dua kerajaan tersebut yang hanya hidup atas warisan
zaman silam, dapat memelihara, akan tetapi jarang dapat menambah kekayaan
warisan intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya berpendapat bahwa kewajibannya
pertama ialah bukan hanya memperluas, akan tetapi memelihara, menyatukan, dan
menyesuaikan kehidupan sosial atas sendi-sendi nilai Islam. Dalam batas-batas
tersebut kadar persatuan yang telah mereka capai, dan ketertiban sosial yang
dapat dilangsungkan memang menarik perhatian.
Persatuan itu merupakan
suatu kekecualian yang menyolok mata. Dalam permulaan abad keenam belas, suatu
kerajaan baru yang disokong oleh suku Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia
dan menghidupkan kembali Syiah yang telah mengalami kemunduran, dan meresmikan
Syiah sebagai agama resmi Persia. Selama peperangan dengan Dinasti Osman, orang
Turki dari Asia Tengah, dan orang Mughal, yang semuanya ahli sunah waljamaah,
Syiah dijadikan ciri perasaan nasional Persia. Akibat perpecahan antara Persia
dan tetangganya penting buat semuanya. Umat Islam selanjutnya dipecah menjadi
dua golongan yang terpisah, dan hubungan kebudayaan antara dua golongan tadi,
sejak itu meskipun tidak diputuskan seluruhnya hanya dapat dilakukan serba sedikit
saja. Persia terpaksa terpencil dalam urusan politik dan agamanya mencukupi
kebutuhannya sendiri, yang akhirnya memiskinkan kehidupan rohani dan budaya
mereka. Lebih-lebih pula waktu kekuatan politiknya mundur, orang suku Afghan
dalam abad kedelapan belas melepaskan hubungan dan mendirikan suatu negara
sunah merdeka.
Di Afrika Barat Daya
adanya perasaan kesukuan diantara kedua pihak, orang Arab dan Berber,
menukarkan kegiatan kebudayaan. Aliran ortodoks dan tarekat Sufi, keduanya
dipengaruhi pemujaan orang-orang suci, wali yang masih hidup setempat
(”marabout”). Di Tunisia dan di beberapa kota lain, sebagian warisan kebudayaan
Spanyol Arab tetap dilanjutkan, bahkan waktu Tunisia dan Aljazair merupakan
wilayah bajak laut, setengah jajahan kerajaan Dinasti Osman. Di Maroko di bawah
sultan-sultan (yang dapat menyelamatkan kedaulatannya hingga 1912), bahkan di
Sahara Barat di bawah kepala suku-suku yang lebih kecil, pelajaran ahli sunah
yang lazim dilanjutkan, dan diperkuat oleh pengaruh yang datang dari daerah
Timur.
Di kepulauan Melayu
sendiri, Islam telah beroleh tumpuan di Sumatera dan Jawa, oleh
pedagang-pedagang dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Agama Islam lambat
laun membiak, sebagian hasil tindakan panglima militer, tetapi lebih cepat
dengan jalan perembesan damai, khusus di Jawa. Dari Sumatera, Islam dibawa oleh
para perantau ke Semenanjung Malaya; juga dari Pulau Jawa ke Maluku. Sejak itu
agama tersebut mendapat kedudukan yang lebih kuat di seluruh kepulauan di
bagian Timur hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan Filipina.
Penyebaran Islam di
Tiongkok hingga kini masih terselubung dalam kegelapan. Kelompok muslimin dalam
jumlah agak besar, yang pertama menetap di sana –barangkali dalam zaman
kerajaan Mongol– dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah
besar di bawah pemerintah Mancu, biarpun ada perasaan permusuhan setempat
karena pemberontakan (kadang-kadang hebat) yang dilakukan oleh kaum muslimin.
Tetapi, hingga kini tidak mungkin menaksirkan jumlahnya.
Hasil bersih dari perluasan
selama tiga belas abad ialah Islam sekarang merupakan agama yang terutama dalam
lingkungan daerah luas yang meliputi Afrika Utara, Asia Barat, hingga bukit
Pamir, kemudian ke Timur meliputi Asia Tengah hinggaTiongkok, dan ke Selatan ke
Pakistan. Di India hanya tinggal sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di
Semenanjung Malaya, Islam unggul lagi melewati Indonesia hingga berakhir di
Filipina. Di pantai Barat Lautan India, Islam memanjang ke selatan sebagai
lajur yang sempit dari pantai Afrika hingga Zanzibar dan Tanganyika dengan
beberapa kelompok hingga masuk ke Uni Afrika Selatan. Di Eropa,
kelompok-kelompok muslimin terdapat di sebagian besar negara Balkan dan Rusia
Selatan. Di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam diwakili oleh kelompok imigran
dari Timur Tengah.
Semua agama besar di
dunia, maka Islam –sebelumnya perluasan kegiatan misi Kristen dalam abad
kesembilan belas– meliputi jumlah bangsa yang terbanyak. Asal mulanya di
tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lain, kemudian Islam berkembang
diantara orang Iran, Kaukasus, orang kulit putih Laut Tengah, Slavia, Turki,
Tartar, Tionghoa, India, Indonesia, Bantu, dan Negro dari Afrika Barat. Jumlah
terbesar sekarang ialah muslimin dari Pakistan dan India sebanyak 100.000.000.
Disusul oleh orang
Melayu dan Indonesia sebanyak 70.000.000. Orang Arab dan bangsa-bangsa yang
berbahasa Arab menyusul dekat dengan 20.000.000. Muslimin di Asia Barat,
24.000.000, Afghanistan kira-kira 12.000.000, dan Turki (walaupun Islam bukan
agama resmi, masih tetap merupakan agama rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat
Islam di daerah Asia, Uni Sovyet, di Turkestan Tiongkok, dan di Tiongkok
sendiri sukar ditaksir, tetapi jumlahnya sekurang-kurangnya 30.000.000. Jumlah
muslimin di Afrika Negro dan Afrika Timur hanya dapat ditaksir dengan kasar
24.000.000. Akhirnya, kaum muslimin di Balkan dan di Rusia Selatan berjumlah
kurang lebih 3.000.000. Oleh karena itu, Islam dapat menuntut memiliki penganut
350.000.000, atau kira-kira sepertujuh dari taksiran seluruh jumlah penduduk
dunia Islam di Amerika Serikat Tiap Hari Bertambah Satu Mualaf ”Alhamdulillah
kondisi umat Islam di Amerika Serikat baik-baik saja. Umat Islam terus
bertambah banyak di Amerika Serikat, baik sebelum maupun sebelum peristiwa 11
September,” kata Mohammad Kudaimi, angota Nawawi Fondation, sebuah lembaga
pendidikan yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat. Ia bertutur kepada
Republika di sela-sela kunjungannya ke Pesantren Khusus Yatim As-Syafi’iyah,
Jatiwaringin Bekasi, Jawa Barat, awal bulan ini.
Pria keturunan Syria
yang sudah menetap di AS selama lebih dari 25 tahun itu kini menjadi warga
negara AS. Lima tahun belakangan ini, ia aktif di yayasan itu. Mengutip sebuah
koran yang terbit di AS, ia menyebut Islam merupakan agama yang paling cepat
perkembangannya di Amerika Serikat. bahkan, ia sedikit meralat redaksional
tulisan itu. ”Mestinya juga ditambahkan, setiap harinya di AS, selalu ada warga
negara Amerika yang memeluk Islam,” ujarnya.
B. Sejarah
Islam Di Indoensia
Masuknya Islam ke
Indonesia (http://www.ummah.net/islam/nusantara /sejarah.html) dimulai dari
tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari
wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina
untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan
yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah
di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah
perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan
pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi
dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk
pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah
paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri,
yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya
di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang
ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah
tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang
ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam
Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama
Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu
pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk
asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8
H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara
besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam
secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk
Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum
Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan
berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam,
Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini
berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang
Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan
oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di
Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching
of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti
halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan
damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk
ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan
lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya
penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di
berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat
dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga
semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman.
Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar
sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani
berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara,
hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan
18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh
perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan
oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda -
menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian
yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar
kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan
ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun.
Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan
akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara
orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya
bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang
sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati
kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru
mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali
mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama
dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu
contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai
Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda
Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud
Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir
utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran
besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab
Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya,
Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni
Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut
mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum
kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin
Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata.
Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun
biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan,
terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang
dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti
ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini,
ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan.
Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru
kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada
akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun
sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai
pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad
16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda
Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti
Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam
Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
C.
Teori Masuknya
Islam di Indonesia.
Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7
1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh),
sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada
tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke
Kalingga.Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai
timur Sumatera.
2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic
History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad
ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera
dalam perjalannya ke China.
3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay
Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan
India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary
Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago
(1969), di dalamnya mengung-kapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan
Malaya-Indonesia pada 672 M.
5. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes
to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah
masuk ke Malaya.
6. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah
ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan
bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687
sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on
Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada
Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing
(Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
8. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a
History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang
dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
Satu-satunya sumber yang
mendukung teori ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar,
Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu
terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13
Teori ini didukung penemuan-penemuan sebagai
berikut.
a. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia
menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun
1292 M.
b. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah
menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
c. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse
Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
d. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck
Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam
di kawasan Indonesia.
D.
Pembawa
Islam ke Indonesia.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa
agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat
(Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa
Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama
melalui jalur Indonesia –Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik
Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat
adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang
mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya
kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan
Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula)
tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk
Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat.
Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan
teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori
Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7
dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah.
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa
pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab
Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir
dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al
malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori Makkah
ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya
ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar
terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di
atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori berikutnya.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat
bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia
(Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat
Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas
meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh
orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan
upacara Tabuik/Tabut, sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur
Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti
Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem
mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun
1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah
Gresik. Leren adalah nama salah satu
Pendukung teori ini
yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiganya memiliki kekuatan
dan kelemahannya. Dari teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya
pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa
Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang
proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jlan damai melalui beberapa jalur/saluran
yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan
Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan
perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan
adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan ada yang
sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam
semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang
cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam
melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren
adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba
ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi
juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masingmasing. Di samping
penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam juga
disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun
wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima
oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam
di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang,
mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan
mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan
sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh
Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat
menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.
Sunan Bonang
adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan
Islam di Bonang (Tuban).
4.
Sunan Drajat
juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam
di daerah Gresik/Sedayu.
5.
Sunan Giri
nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.
Sunan Kudus
nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7.
Sunan
Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam
di daerah Demak.
8.
Sunan Muria
adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya
di daerah Gunung Muria.
9.
Sunan Gunung
Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat
(Cirebon)
Demikian sembilan wali
yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para
wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga
dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.
E.
Akulturasi
Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam
Dengan masuknya Islam,
Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih)
kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang
melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam
tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai
hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material
tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia. Untuk lebih memahami
wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi dapat Anda simak dalam
uraian materi berikut ini.
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat
terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Untuk lebih jelasnya silahkan
Anda simak gambar berikut ini.

Gambar Masjid Aceh merupakan salahsatu masjid kuno di Indonesia
.
Wujud akulturasi dari
masjid kuno seperti yang tampak pada gambar tersebut . memiliki ciri sebagai
berikut:
- Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
- Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
- Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. Mengenai contoh masjid kuno selain seperti yang tampak pada gambar 1.1 Anda dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya.
Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi
kebudyaan Islam, juga terlihat
pada bangunan
makam. Gambar ini adalah makam Sendang Duwur.

Gambar Makam Sendang Duwur (Tuban)
Ciri-ciri dari
wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
- makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat.
- makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu.
- di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba.
- dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
- Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur seperti yang tampak pada gambar 1.2. tersebut.
2. Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia
atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran
tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni
logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 1.3. ditengah
ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.

Gambar Kera yang disamarkan
Ukiran ini
ditemukan di masjid dan gapura-gapura atau pada pintu dan tiang.
3. Aksara dan
Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka
berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai
mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya
dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk
menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab. Di samping itu
juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan
sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Sedangkan dalam seni sastra yang
berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari
perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat
pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut
terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab
Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra
yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra
- Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
- Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
- Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
- Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra
tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa. Dari penjelasan
tersebut, apakah Anda sudah memahami, kalau sudah paham silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda,
untuk mencari contoh bentuk seni sastra, seperti yang tersebut di atas yang
terdapat di daerah Anda. Selanjutnya simaklah uraian materi wujud akulturasi
berikutnya.
4. Sistem
Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia,
sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan
peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai,
Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya
bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya
meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/ dicandikan tetapi dimakamkan secara
Islam.
.
5. Sistem
Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M.
Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing,
pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal
hari-hari pasaran? Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram
menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan
(komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan
perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan
diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari
sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga
dipergunakan. Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa,
atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Untuk mengetahui bentuk kalender jawa tersebut,
silahkan Anda amati gambar 1.4 berikut ini.

Gambar. Kalender Jawa
Demikianlah uraian materi tentang wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Islam, sebenarnya masih banyak contoh wujud
akulturasi yang lain, untuk itu silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda,
mencari wujud akulturasi dari berbagai pelaksanaan peringatan hari-hari besar
Islam atau upacara-upacara yang berhubungan dengan keagamaan. Hasil diskusi
Anda, nanti Anda kumpulkan kepada guru bina di sekolah penyelenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar