Pengertian Micro Teaching
Micro teaching adalah suatu tindakan atau kegiatan latihan belajar-mengajar dalam situasi laboratoris (Sardirman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar).
Ciri-ciri pokok Micro Teaching :
1. Jumlah subyek belajar sedikit sekitar 5-10 orang
2. Waktu mengajar terbatas sekitar 10 menit
3. Komponen mengajar yang dikembangkan terbatas
4. Sekadar real teaching
Maksud dan tujuan micro teaching
Maksud yaitu meningkatkan performance yang menyangkut keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar mengajar.
Tujuan adalah membekali calon guru sebelum sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan praktek kependidikan untuk praktek mengajar (Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar ).
Perbedaan micro teaching dan teaching
Micro teaching :
1. Dilaksanakan dalam kelas laboratorium
2. Sekadar real teaching
3. Siswa 5 s/d 10 orang
4. Waktu sekitar 10 menit
5. Bahan terbatas
6. Ketrampilan yang dilatihkan meliputi semua teaching skill dalam porsi yang terbatas dan terpisah-pisah.
7. Dibutuhkan alat-alat laboratori agar dapat diperoleh suatu feedback yang obyektif.
Teaching :
1. Dilaksanakan dalam real class room
2. Merupakan real class room teaching
3. Siswa 30 s/d 40 orang
4. Waktu sekitar 45 menit
5. Bahan luas
6. Ketrampilan yang di demonstrasikan semua teaching skill dan terintegrasi
7. TIdak dilengkapi dengan alat-alat laboratori.
http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/08/pengertian-micro-teaching.html?m=1
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu.
Ada beberapa manfaat mempelajari Psikologi Perkembangan, diantaranya yaitu: 1) Untuk mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau tidak dengan tingkat usia/ perkembangannya. 2) Untuk mengetahui tingkat pemampuan individu pada setiap fase perkembangannya 3)Untuk mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan tertentu. 4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan dihadapi anak. 5)Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak.
1. Periodisasi yang berdasar biologis.
Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi, antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin. Fase-fase tersebut yaitu a) Fase anak kecil : 0 – t th, b) Fase anak sekolah: 7 – 14 th yaitu masa mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin, dan c) Fase remaja : 14 – 21 th
2. Periodisasi yang berdasar psikologis.
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis adalah Oswald Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa psikologi perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. Fase-fase tersebut yaitu: a) Dari lahir sampai masa “trotz”( kegoncangan) pertama: kanak-kanak awal. b) Trotz pertama sampai trotz kedua : masa keserasia bersekolah. c) Trotz kedua sampai akhir remaja: masa kematangan
3. Periodisasi yang berdasar didaktis.
Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan pembagian periodisasinya.
Berikut periodisasi berdasarkan didaktis menurut Elizabeth B. Hurlock :
a) Masa sebelum lahir (pranatal): 9 bulan
b) Masa bayi baru lahir (new born): 0-2 minggu
c) Masa bayi (babyhood): 2 minggu- 2 th
d) Masa kanak-kanak awal (early childhood):2-6 th
e) Masa kanak-kanak akhir (later chilhood): 6-12 th
f) Masa puber (puberty) 11/12 – 15/16 th
g) Masa remaja ( adolesence) : 15/16 – 21 th
h) Masa dewasa awal (early adulthood) : 21-40 th
i) Masa dewasa madya(middle adulthood): 40-60 th
j) Masa usia lanjut (later adulthood) : 60-
http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-perkembangan/
alasan:
Pendidikan
Rabu, 14 September 2016
Rabu, 27 Juli 2016
KEBUDAYAAN MODERN DAN GLOBALISASI
KEBUDAYAAN MODERN DAN GLOBALISASI
A.
Konsep
Modernisasi dan Globalisasi
Modernisasi diartikan
sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang
tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang
modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai
berikut.
1. Widjojo
Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama
yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial,
ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
2. Soerjono
Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah
yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning.
(dalam buku Sosiologi: suatu pengantar)
Dengan dasar pengertian
di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai
berikut.
a.
Modern
berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat
penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b.
Modern
berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup
dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu
sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam
kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang
benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan
teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat
terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak
berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan
perencanaan sosial.
Globalisasi adalah
suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa
di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat
Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara
Berkembang.internet.public jurnal.september 2005) globalisasi berlangsung
melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan
waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan
komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan
seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama
dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga
segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu
globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia.
Pengaruh tersebut meliputi
dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di
berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial
budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap
bangsa.
Abdul Hadi W. M.
(http://www.icas-indonesia.org/index.php?option =com_content&task=view&id=261&Itemid=155&lang=iso-8859-1)
mengatakan Konsisten dengan pengertian “global”, maka kebudayaan yang merambat
lewat arus ini sifatnya mendunia. Apa yang terjadi di suatu tempat tertentu
dengan serta merta menjadi pengetahuan umum di seluruh penjuru dunia. Model
rambut yang sedang trendy di Seatle atau di Paris dengan secepat kilat
merambahi pelosok-pelosok bumi. Gaya hidup dan pola konsumsi ala Hollywood
dengan segera menjadi selera mondial (mendunia), yang kalau seseorang tidak
mengikutinya seakan tidak absah untuk disebut up to date. Kebudayaan di sini
sontak menjadi komoditi masal. Individu kehilangan otoritasnya.
Apakah setiap
kebudayaan berhak untuk meng-global? Kendati secara istilah seharusnya memang
begitu. Tetapi karena variabel utama dari globalisasi adalah kecanggihan alat
transportasi dan teknologi komunikasi, maka praktis yang berpeluang memasuki
arus itu hanya kebudayaan dari negara yang memiliki kemampuan dan akses
teknologi seperti itu. Maka selain ketujuh negara industri maju (terkhusus
Amerika Serikat) menurut teori ini, kesulitan (kalau tak dibilang tak punya)
akses untuk meng-globalisasikan kebudayaannya. Pada tataran ini, globalisasi
lantas berubah menjadi sentralisme (pemusatan kebudayaan), yakni keyakinan
bahwa kebudayaan yang "unggul" terpusat pada suatu negara tertentu.
Bangsa lain, kalau mau maju --atau lebih tepat, kalau mau survive- harus
mengadopsi kebudayaan mereka.
Sentralisme kebudayaan
seperti ini akan menemukan bentuknya yang paling despotis (zholim) dan represif
(menindas) setelah bersekongkol dengan lembaga-lembaga internasional.
Diposisikan vis-a-vis dengan negara lain, maka sentralisme ini dengan segera
berubah bentuk menjadi imperialisme kebudayaan.
Di titik ini, agar
Barat dan Amerika tetap tampil dengan wajah humanisme (kemanusiaan), maka
seluruh kata yang mereka gunakan mengalami eufemisme (penghalusan bahasa).
Kata-kata demokrasi, liberasi, hak asasi, dan konservasi lingkungan pada
hakekatnya hanya mewakili satu makna saja: mempertahankan status quo kebudayaan
sekuler Barat. Di sini nampak jelas bahwa imperialisme dipersiapkan oleh
kolonialisme bahasa. Maka istilah-istilah sekulerisme, modernisme, dan sainstisme
tidaklah secara mandiri mewakili makna kata itu sendiri, melainkan telah
menjadi missionaris-kata yang membawa pesan seluruh tetek bengek kebudayaan
Barat sekarang.
Globalisasi
(http://empiris-homepage.blogspot.com/2007/10/kebudayaan-global. html) bukan saja
benar-benar telah terwujud, tetapi bahkan telah siap membobol semua bendungan
kebudayaan kita. Tak ada lagi sejengkal tanah di planet ini yang tak tertimpa
banjir infomasi. Semuanya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah bola
dunia yang kian menyempit. Negara-negara di dunia telah disulap menjadi hanya
sekedar RT-RW dari sebuah dusun global (global village) yang dikepaladesai oleh
satu-satunya negara super power Amerika Serikat.
Globalisasi informasi
telah menjadi bagian internal dari kehidupan kita. Telah menjadi ukuran maju
dan tidak majunya suatu komunitas. Telah menjadi mizan modern dan tidak
moderennya seseorang. Darah daging kebudayaan kita telah dibentuk olehnya.
Instrumen-instrumen
peradaban kita ditata olehnya. Kebudayaan global bahkan telah merenda visi kita
terhadap realitas dunia, alam, manusia, sejarah, dan masyarakat. Alhasil, dasar
untuk menilai benar-salah dan baik-buruknya suatu subjek pun telah
dicampurtanganinya.
Masalahnya kini, apakah
kebudayaan global semacam itu identik dengan sebuah mesin raksasa yang tak
tertandingi? Apakah di dalam dirinya tersimpan kekuatan misterius yang
memungkinkannya survive (tetap hidup) terus menerus? Sudah sedemikian
berkuasakah sehingga tak ada lagi suatu komunitas tertentu yang bisa menawarkan
kebudayaan alternatif? Ataukah manusia memang kini sudah kehabisan stock budaya
selain liberalisme dan demokrasi? Lalu bagaimana dengan Islam?!
Konsisten dengan
pengertian “global”, maka kebudayaan yang merambat lewat arus ini sifatnya
mendunia. Apa yang terjadi di suatu tempat tertentu dengan serta merta menjadi
pengetahuan umum di seluruh penjuru dunia. Model rambut yang sedang trendy di
Seatle atau di Paris dengan secepat kilat merambahi pelosok-pelosok bumi. Gaya
hidup dan pola konsumsi ala Hollywood dengan segera menjadi selera mondial
(mendunia), yang kalau seseorang tidak mengikutinya seakan tidak absah untuk
disebut up to date. Kebudayaan di sini sontak menjadi komoditi masal. Individu
kehilangan otoritasnya.
Apakah setiap
kebudayaan berhak untuk mengglobal? Kendati secara istilah seharusnya memang
begitu. Tetapi karena variabel utama dari globalisasi adalah kecanggihan alat
transportasi dan teknologi komunikasi, maka praktis yang berpeluang memasuki
arus itu hanya kebudayaan dari negara yang memiliki kemampuan dan akses
teknologi seperti itu. Maka selain ketujuh negara industri maju (terkhusus
Amerika Serikat) menurut teori ini, kesulitan (kalau tak dibilang tak punya)
akses untuk meng-globalisasikan kebudayaannya. Pada tataran ini, globalisasi
lantas berubah menjadi sentralisme (pemusatan kebudayaan), yakni keyakinan
bahwa kebudayaan yang "unggul" terpusat pada suatu negara tertentu.
Bangsa lain, kalau mau maju --atau lebih tepat, kalau mau survive- harus
mengadopsi kebudayaan mereka.
Sentralisme kebudayaan
seperti ini akan menemukan bentuknya yang paling despotis (zholim) dan represif
(menindas) setelah bersekongkol dengan lembaga-lembaga internasional.
Diposisikan vis-a-vis dengan negara lain, maka sentralisme ini dengan segera
berubah bentuk menjadi imperialisme kebudayaan.
Di titik ini, agar
Barat dan Amerika tetap tampil dengan wajah humanisme (kemanusiaan), maka
seluruh kata yang mereka gunakan mengalami eufemisme (penghalusan bahasa).
Kata-kata demokrasi, liberalisasi, hak asasi, dan konservasi lingkungan pada
hakekatnya hanya mewakili satu makna saja: mempertahankan status quo kebudayaan
sekuler Barat. Di sini nampak jelas bahwa imperialisme dipersiapkan oleh
kolonialisme bahasa. Maka istilah-istilah sekulerisme, modernisme, dan
sainstisme tidaklah secara mandiri mewakili makna kata itu sendiri, melainkan
telah menjadi missionaris-kata yang membawa pesan seluruh tetek bengek
kebudayaan Barat sekarang.
B.
Dampak Modernisasi dan Globalisasi
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-
nilai nasionalisme (http://www. wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7124)
- Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
- Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
- Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
- Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
- Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
- Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
- Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
- Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh-pengaruh di atas
memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi
secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi
berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat
secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada
masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan
menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila
tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga
mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
- Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
- Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
- Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas
dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi
rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai
nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa
sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah
penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki
rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh
negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu
diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap
nilai nasionalisme.
Dampak positif Globalisme
- Produksi global dapat ditingkatkan, Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
- Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara, Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
- Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri. Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
- Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik. Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
- Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
Dampak negatif Globalisasi.
- Menghambat pertumbuhan sektor industri.
Salah satu
efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang
lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat
lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang
baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri
yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan
sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada
industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
- Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi
cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak
mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi
neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran
adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung
mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran
pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat.
Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
- Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu
efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio
yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar
negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan
mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah
baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam
negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi
bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor
keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi
secara keseluruhan.
- memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila
hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka
pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang
pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi.
Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan
masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada
akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan
ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin
tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
Dampak Positif dan Dampak Negatif Globalisasi dan Modernisasi
21 Mei 2009 Afandi Kusuma (http://afand.cybermq.com/post/detail/2761/dampak-positif-dan-dampak-negatif--globalisasi-dan-modernisasi)
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan
globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang
semua irasional menjadi rasional.
b.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan
mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri
yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan
salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang
pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu
masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang
ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan
dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain
dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik
dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya
asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja,
dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada
beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka
akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang
stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
Dampak Positif dan Dampak
Negatif Globalisasi dan Modernisasi (http
://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/05/dampak-positif-dan-dampak-negatif.html
)
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan
globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang
semua irasional menjadi rasional.
b.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan
mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang
memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah
satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang
pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu
masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang
ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan
dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain
dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik
dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya
asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja,
dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada
beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka
akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang
stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
C.
Langkah
Antisipasi
Langkah-langkah untuk
mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
antara lain yaitu :
- Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
- Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
- Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
- Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
- Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah
antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat
mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga
kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.
KEBUDAYAAN BARAT DAN PENGARUHNYA PADA KEBUDAYAAN INDONESIA
KEBUDAYAAN BARAT DAN PENGARUHNYA
PADA KEBUDAYAAN INDONESIA
A. Akar
Kebudayaan Barat
Pada umumnya sarjana
Barat modern membagi sejarah Barat (Eropah) menjadi zaman kuno, zaman
pertengahan dan zaman modern. Yang kuno dibagi menjadi Yunani dan Romawi. Zaman
Pertengahan dikelompokkan menjadi zaman Kristen awal, transisi dari kuno ke
Pertengahan dan Pencerahan. Ini berarti bahwa akar zaman modern adalah Yunani,
Romawi dan Abad Pertengahan. Akan tetapi para sejarawan Barat berbeda pendapat
mengenai asal usul kebudayaan mereka. Perbedaan itu meruncing ketika para
sejarawan berpegang pada ilmu sebagai akar kebudayaan. Artinya, sebuah
kebudayaan atau peradaban akan lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan
konsep-konsep keilmuan didalamnya. Sebab faktor keilmuan inilah sebenarnya yang
melahirkan akifitas sosial, politik, ekonomi dan aktifitas kultural lainnya.
Dengan kata lain, kerja-kerja intelektual dan keilmuan anggota masyarkatlah
sebenarnya yang melahirkan kebudayaan. Ini berimplikasi bahwa diatas
konsep-konsep keilmuan terdapat suatu sistim dan super sistim yang disebut
dengan worldview (pandangan hidup atau pandangan alam). Suatu peradaban tidak
akan bangkit dan berkembang tanpa adanya pandangan hidup dan aktifitas keilmuan
di dalam masyarakatnya. Demikian pula Barat, sebagai kebudayaan, tidak akan
bangkit dan berkembang dan melahirkan sains tanpa memiliki pandangan hidup
terlebih dahulu. Atas dasar itu, maka makalah ini akan mengkaji akar kebudayaan
Barat dengan melacak fondasi kebudayaan itu dari sisi pemikiran filsafat dan
sains yang melibatkan transmisi pandangan hidup.
Yunani adalah
faktor penting bagi kebangkitan kebudayaan Barat, meskipun mereka masih
berselisih tentang bagaimana faktor tersebut berperan dalam kebudayaan itu.
Dalam menggambarkan munculnya filsafat dan sain, para sejarawan Barat, memiliki
dua pendekatan. Pertama, bahwa awal dan akar kebangkitan filsafat dan sains
Barat adalah warisan intelektual Yunani. Jones dalam A History of Western
Thought, misalnya menganggap bahwa “mungkin sejarah kebudayaan Barat bermula
dari bermulanya filsafat Barat, dan filsafat Barat dimulai dari abad ke 6 SM
dengan tokohnya Thales, Bapak filosof Yunani dan juga dunia Barat”. Pendekatan
ini didukung oleh R.B.Onians, W.H.A.Arthur dan lainnya. Asumsi pendekatan ini
berdasarkan pada fakta bahwa konsep-konsep mendasar pada filsafat Yunani
seperti hakekat akal, jiwa, hidup, hubungan jiwa dan raga dan lain-lain
ditangkap oleh para filosof Barat yang datang kemudian lalu diterima oleh
bangsa-bangsa semit, Indo-Eropah dan Anglo-Saxon. Namun pada tahap ini, mereka
tidak lagi mengakui adanya pengaruh filsafat Yunani. Bagi mereka filsafat
Yunani telah dikubur dalam (burried deep), dan tumbuh berkembang dalam pikiran
individu dan aliran-aliran, meskipun individu filosof atau aliran-aliran
tersebut hanya sekedar melakukan kritik dan imporvisasi terhadap konsep-konsep
Yunani tersebut. Cara pandang ini berbeda dari cara pandang orientalis ketika
membaca sejarah filsafat Islam. Filsafat Islam hanya dianggap carbon copy dari
filsafat Yunani. Nampaknya framework ini berusaha untuk mengkaitkan pemikiran
Yunani dengan Indo-Eropah melalui persamaan konsep-kosepnya. Framework kedua
yang dipelopori oleh Couplestone dan Holmes menganggap framework ini lemah,
sebab sekedar melacak persamaan akan mengakibatkan kesimpulan bahwa jika suatu
pemikiran memiliki kesamaan dengan yang lain, maka yang satu berasal dari yang
lain. Artinya suatu pemikiran bangsa manapun yang sama dengan pemikiran Yunani
bisa dianggap berasal dari Yunani, padahal persamaan tidak selamanya
berimplikasi asal usul. Menurut framework ini antara Barat dan Yunani terdapat
hubungan, tapi bukan dalam arti meminjam, asal usul atau permulaan. Bagi
Couplestone setiap kali terdapat kesamaan pemikiran antara seorang pemikir dan
pemikir lain yang datang kemudian tidak selamanya berarti yang datang kemudian
meminjam dari yang pertama. Ionia adalah tempat kelahiran pemikiran Barat, tapi
baginya Barat tidak meminjam ide-ide dari Yunani. Holmes juga tidak menggunakan
istilah “permulaan” atau “asal usul”, dan sebagai gantinya ia memakai istilah
melihat “kebelakang”. Artinya Eropah Barat secara alami melihat kebelakang
kepada kebudayaan Yunani abad ke lima SM. Artinya meskipun Barat lahir dari
Yunani, tapi ia tidak bermula dari sana. Ia berkembang dengan cara dan tempat
yang berbeda. Kedua framework diatas seakan ingin menunjukkan disatu sisi bahwa
filsafat Yunani adalah satu faktor, sedangkan filsafat Barat adalah faktor yang
lain. Namun disisi lain juga tidak dapat diingkari bahwa keduanya saling
berhubungan dalam kurun waktu yang panjang melalui proses asimiliasi yang
asasnya adalah aktifitas intelektual yang melibatkan faktor-faktor lain selain
Yunani sendiri. Sebab Yunani sendiri tidak dapat di anggap satu-satunya faktor
penentu atau sumber bagi kebangkitan kebudayaan Barat. Dalam hal ini Coupleston
membuat permisalan bahwa:Menganggap bahwa jika beberapa adat istiadat atau
ritual Kristen yang sebagiannya berasal dari Agama-agama Asia Timur, maka
[berarti] Kristen pasti telah meminjam adat dan ritus itu dari Asia adalah
absurd. Sama absurdnya ketika menganggap jika pemikiran spekulatif Yunani
mengandung beberapa pemikiran yang sama dengan filsafat Timur, maka yang kedua
bersumber secara historis dari yang pertama. Padahal, akal manusia sangat
mungkin untuk melakukan interpretasi terhadap pengalaman yang sama dengan cara
yang sama…..walaupun ketergantungan aliran-aliran Filsafat Romawi terhadap
pendahulu mereka dari Yunani tidak dapat dipungkiri, namun kita tidak dapat
menafikan wujudnya filsafat di dunia Romawi. Pernyataan diatas berarti bahwa
filsafat Yunani dan Barat tidak dapat dianggap sesuatu yang kontinum. Yang
kedua tidak semestinya berakar pada yang pertama. Jika framework ini ditrapkan
pada alam pikiran Islam, maka filsafat dan sains yang dihasilkan oleh Muslim
pada Abad Pertengahan dapat dikatakan sebagai filsafat dan sains Islam dan
tidak ada kaitannya dengan Yunani. Tapi sayangnya framework ini ditrapkan hanya
pada filsafat dan pemikiran Barat dan tidak ditrapkan pada pemikiran dan
filsafat Islam. Meskipun Muslim dianggap telah meminjam beberapa elemen penting
dari Yunani, India dan Persia, mereka tidak dapat dikatakan sebagai sumber
filsafat dan sains Islam. Sebab pinjam meminjam antar kebudayaan adalah sesuatu
yang alami pada setiap kebudayaan.
Dari Abad Pertengahan
Jika Ionia, tempat
bermulanya pemikiran Yunani, dianggap sebagai tempat kelahiran kebudayaan
Barat, maka seharusnya ia bermula dari sana dan terus berkembang hingga abad
modern. Seperti seorang manusia, suatu kebudayaan lahir tumbuh terus menerus
dan kemudian mati. Maka dari itu jika suatu kebudayaan tidak lagi tumbuh, maka
ia dianggap mati. Dalam kasus Yunani, sesudah berakhirnya zaman kuno oleh
Aristotle (384-322 BC) atau yang paling akhir Plotinus ( 204-270), di sana
tidak ada lagi perkembangan yang berarti, khususnya dalam bidang filsafat dan
sains. Dari periode ini hingga abad ke 6 atau 8 M, Barat melalui zaman yang
disebut Zaman Kegelapan (Dark Ages), yang berarti keberlangsungannya terputus.
Disinilah mungkin alasannya mengapa beberapa sejarawan Barat menolak Yunani
sebagai tempat kelahiran Kebudayaan Barat. Sebab sesudah berakhirnya Zaman
Kegelapan, Barat memulai periode perkembangannya yang baru sebagai persiapan
menuju kebangkitan. Zaman baru yang kemudian disebut dengan Abad Pertengahan
(Middle Ages atau Medieval) dianggap sebagai permulaan kebudayaan Barat. Bagi
Holmes peradaban Barat tercipta pada periode ini. Namun karena terdapat
kontroversi dikalangan sejarawan tentang waktu yang pasti kapan persisnya Zaman
Kegalapan bermula, maka waktu yang pasti kapan Zaman Pertengahan dimulai juga
masih diperdebatkan. Martin menganggap Abad Pertengahan bermula dari tahun 800
M, pada masa Cherlemagne atau tahun 1000 M, ketika serangan terhadap kebudayaan
Eropah Barat berakhir. John Marenbon menganggap tahun 1000 atau abad ke 11
sebagai permulaan Zaman Pertengahan periode akhir, tapi awalnya bermula dari
tahun 480 M yang ditandai oleh datangnya Boethius. Upaya untuk menetapkan
permulaan Zaman Pertengahan sebelum abad ke 8, nampaknya hanyalah untuk mencari
hubungan Barat dengan masyarakat Kristen. Tapi sebenarnya sebelum Abad ke 6
atau yang agak akhir abad ke 8, Barat belum mulai bangkit. Itulah sebabnya abad
ini disebut Abad Kegelapan. Pada periode ini, khususnya, di awal abad ke 6,
Kristen telah menyebar keluar dari tanah kelahirannya Palestina ke Eropah,
Mesopotamia, Armenia, Caucasus, Nubia dan Abyssinia. Namun di daerah-daerah
dimana Kristen tersebar tidak ada bukti kuat akan adanya prestasi intelektual,
yaitu dalam bidang filsafat dan sains. Meskipun waktu itu, yakni abad 3 dan 5
M, banyak cendekiawan Kristen yang menguasai filsafat Yunani, tapi filsafat
Yunani hanya diserap kedalam diskursus teologi saja. Maka dari itu apa yang
dianggap filsafat pada masa itu, menurut Marenbon bukanlah filsafat, tapi
teologi. Itulah sebabnya kontribusi para paderi Kristen terhadap perkembangan
filsafat pada awal Abad Pertengahan di Barat, dianggap sangat minim Alasannya
jelas, bahwa pemikiran spekulatif Yunani pada masa itu tidak banyak yang
diterjemahkan. Maka dari itu menetapkan waktu awal kebangkitan kebudayaan Barat
pada abad ke 6 adalah tidak relevan. Jika Abad Pertengahan dianggap sebagai
akar kebangkitan Barat, maka semestinya pada abad ini terdapat segala sesuatu
bagi persiapan kebangkitan Barat. Tapi menurut Willian R Cook et al., dalam
bukunya The Medieval Worldview, Yunani kuno masih tetap dianggap sebagai
“inventor”terbesar bagi kebudayaan Barat dibanding yang lain. Aspek-aspek seni
dan sastra, penulisan sejarah, demokrasi, cabang-cabang filsafat termasuk
filsafat politik, etika dan ilmu-ilmu yang sekarang dikelompokkan sebagai
ilmu-ilmu alam (natrual sciences) berasal dari Yunani. Tapi dari itu semua
warisan Yunani terpenting yang disumbangkan kepada Abad Pertengahan adalah
pemikiran dua filosof besar Plato dan Aristotle. Sejarawan David Knowles dalam
The Evolution of Medieval Thought bahkan menyatakan bahwa hampir semua
pemikiran filsafat Abad Pertengahan yang paling utama diambil dari pemikiran
Athena antara tahun 450-300 SM, maksudnya dari pemikiran Plato. Menurut
William, semua pemikiran Aristotle tidak ada yang dibuang pada Abad
Pertengahan. Bahkan kompilasi undang-undang gereja abad ke 12 dan digunakan
pada abad-abad berikutnya disusun berdasarkan prinsip-prinsip logika Aristotle.
Sintesis teologi Thomas Aquinas yang terkenal yaitu Summa Theologiae tersusun
berkat logika Aristotle. Tapi masalahnya, baik pemikiran Plato maupun Aristotle
tidak diketahui masyarakat barat Abad Pertengahan secara langsung. Terjemahan
Boethius terhadap sebagian karya logika Aristotle tahun 500 M, pun tidak
diketahui oleh masyarakat Eropah Barat dari abad ke 8 hingga abad ke 12.
William menggambarkan bahwa akar Abad Pertengahan adalah percampuran antara
Yahudi-Kristen dan Yunani-Romawi yang terjadi dizaman kekaisaran Romawi. Namun,
Romawi tidak betahan lama dan digantikan oleh kultur Kristen-Latin, meskipun
tanpa dukungan institusi yang kuat. Tak lama kemudian kebudayaan Jerman dan
Celtic, khususnya Irlandia masuk dan mempengaruhi pandangan hidup Barat.
Periode ini menurut William sangat penting bagi perkembangan kebudayaan Barat.
Disini persoalan dari mana Barat Abad Pertengahan belajar pemikiran Plato dan
Aristotle masih kabur dalam sejarah Barat. Yang pasti Barat Abad Pertengahan
telah berhasil keluar dari Abad Kegelapan (Dark Ages) dan mengembangkan suatu
pandangan hidup baru (new worldview) yang mengantarkan mereka kepada abad
Pencerahan. Dalam masalah ini Alparslan berkomentar “if the West did not
develop a new worldview in the Middle Age, they would not be able to come out
of the Dark Ages and as a result no adequate environment for scientific
progress would have been possible within that civilization”. Hanya
pertanyaannya, darimanakah Barat Abad Pertengahan memperoleh pandangan hidup baru
itu?
Dari Pandangan Hidup Islam
Jawaban dari pertanyaan
diatas tidak lain hanyalah faktor Islam. Faktor yang tidak banyak
diperhitungkan oleh sejarawan Barat. Kebangkitan Islam dengan pandangan hidup
yang baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengalami penyebaran yang cepat
dibawah kekhalifahan bani Umayyah, dan kemudian Abbasiyah dari abad ke 6 hingga
15 M. Pada zaman inilah Abad Kegelapan dan Abad Pertengahan Barat berada, dan
Kristen pada masa itu tersebar dipinggiran dunia Islam. Pandangan hidup Islam
secara perlahan-lahan termanifestasikan kedalam kegiatan-kegiatan intelektual
dan keilmuan. Sebagai hasilnya, dapat disaksikan ketika Muslim menaklukkan dan
menguasai Spanyol dan daerah lain seperti Levant. Kawasan ini kemudian menjadi
daerah yang paling cerah dan menjadi kehidupan kultural yang paling dinamis
dalam peta kebudayaan Kristen di Barat.. Dizaman kekhalifahan Bani Umayyah,
misalnya Muslim telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Hampir semua
karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya
Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy
dan lain-lain sudah berada di tangan Muslilm untuk proses asimilasi. Jadi
Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka mengkaji
teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan
ajaran Islam. Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh.
Artinya ummat Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketka peradaban Islam telah
mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Disitu sains,
filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan
pandangan hidup Islam. Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru
yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran
Yunani. Bandingkan misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom
Democritus. Jadi, tidak benar, kesimpullan Alfred Gullimaune yang menyatakan
bahwa framework, skop dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari
bidang-bidang dimana Filsafat Yunani mendominasi sistim ummat Islam. Sebab
pemikiran Yunani, menjadi tidak dominan setelah proses transmisi. Muslim lebih
berani memodifikasi pemikiran Yunani dan mengharmonisasikannya dengan Islam
keimbang masyarakat Barat Abad Pertengahan, sehingga akal dan wahyu dapat
berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani tidak lagi menampakkan wajah
aslinya. Berbeda dari Muslim, masyarakat Barat Abad Pertengahan yang mengaku
mengetahui karya-karya Yunani, ternyata tidak mampu mengharomiskan filsafat,
sains dengan agama. Kondisi ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen
menggunakan tangan pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani.
Jika pemikiran Muslim didominasi pemikiran Yunani, maka wajah peradaban Islam di
Spanyol mestinya adalah wajah Yunani. Tapi realitanya, Spanyol adalah
satu-satunya lingkungan kultural Muslim yang dominan, padahal kawasan itu
merupakan tempat pertemuan kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi. Fakta sejarah
membuktikan bahwa di Spanyol orang-orang Kristen tenggelam kedalam apa yang
disebut sebagai Mozarabic Culture. Kultur Islam yang dominan inilah mungkin
yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat.
Morris menggambarkan bahwa kontak dan konflik antara Kristen-Yahudi dan Muslim
memberi stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan intelektualitas
Eropah Abad Pertengahan, tapi juga imaginasinya. Maksudnya kuriositas
orang-orang Barat tumbuh ketika menyadari bahwa Muslim memiliki pandangan hidup
yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan yang kaya lebih dari apa yang
terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya terjadi.Dari perspektif teori
terbentuknya pandangan hidup kita dapat menyatakan bahwa Spanyol adalah tempat
dimana Barat menyerap aspirasi dari Muslim bagi pengembangan pandangan hidup
mereka. Atau setidak-tidaknya, Barat memanfaatkan pertemuan mereka dengan
Muslim untuk memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa
Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer aspek-aspek penting
pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Jayusi mengkaji dan
menemukan bahwa model transformasi kultur Islam ke dalam kebudayaan Barat ada
lima: pertama, melalui cerita-cerita dan syair-syair yang ditransmisikan secara
oral oleh orang-orang Barat. Kedua, dengan cara kunjungan atau tourisme, pada
abad ke 7 M, Cordoba adalah ibukota negara Islam yang menonjol dan merupakan
kota yang paling berperadaban di Eropah, dan karena itu orang Eropah
berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk belajar dari peradaban Islam.
Ketiga, waktu itu terdapat hubungan perdagangan dan politik resmi melalui
utusan yang dikirim dari kerajaan-kerajaan di Eropah. Keempat, dengan cara
menterjemahkan karya-karya ilmiyah orang Islam. Faktanya, monastri-monsatri
Eropah, khususnya Santa Marie de Rippol, pada abad 12 dan 13 M memmiliki
ruangan penyimpan manuskrip bagi sejumlah besar karya-karya ilmiyah orang Islam
untuk mereka terjemahkan. Kelima, untuk kelancaran proses penterjemahan
raja-raja Eropah mendirikan sekolah untuk para penterjemah di Toledo, tepat
sesudah pasukan Kristen merebut kembali kota tersebut pada tahun 1085.
tujuannya adalah untuk menggali ilmu pengetahuan Islam yang terdapat pada
perpustakaan-perpustakaan bekas jajahan Muslim itu. Namun, kebangkitan Barat
tidak terjadi langsung sesudah proses tranformasi tersebut diatas. Sebab tidak
ada peradaban yang bangkit secara mendadak dan tiba-tiba, sekurang-kurangnya
diperlukan waktu satu abad lamanya bagi suatu peradaban untuk bangkit. Islam
sendiri bangkit menjadi sebuah peradaban yang memiliki konsep-konsep
kepercayaan, kehidupan, keilmuan dan lain sebagainya sesudah beberapa abad
lamanya. Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat muncul
sebagai peradaban yang kuat pada abad ke 12 M, disaat mana para cendekiawannya
mampu menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan kemudian
menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsep-konsep
penting dalam pandangan hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan diantaranya
adalah matematika, kedokteran, farmasi, optik dan lain-lain. Ini bukan sekedar
sistimatisasi ilmu pengetahuan Yunani, seperti yang di duga para orientalis,
tapi menyangkut hal-hal yang detail dan bahkan menghasilkan prinsip-prinsip
baru dalam bidang sains, sehingga hasilnya sains dalam Islam, dalam bahasa
Willian McNeil “went beyond anything known to these ancient preceptors”.
Sesudah melalui sejarah yang panjang proses transformasi dan penyerapan
peradaban Islam kedalam kebudayaan Barat, para ilmuwan Barat, dibawah
kepemimpinan para pendeta Kristen, mulai mengembangkan filsafat dan sain
mereka. Oleh sebab itu perkembangan Eropah Barat yang terjadi pada pertengahan
abad ke 13 intinya adalah kombinasi elemen yang sering dinamakan
Greco-Arabic-Latin. Selanjutnya, pada akhir abad ini kerajaan Kristen di Barat
menjadi kekuatan kultural yang menonjol. Dan dengan berakhirnya abad ke 15
konsep-konsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan menjadi matang
dan melapangkan jalan bagi perkembangan filsafat dan sains di Barat.Fakta-fakta
sejarah dan framework para sejarawan dalam memahami fakta-fakta tersebut dapat
diuji dengan merujuk kepada teori lahirnya pandangan hidup. Pembentukan suatu
pandangan hidup dalam pikiran kita terjadi melalui kultur, teknologi, pemikiran
keilmuan, keagamaan dan spekulasi yang diperoleh dari pendidikan atau upaya
sadar dalam mencari ilmu. Jadi pandangan hidup diperoleh melalui proses alami,
pendidikan dan masyarakat, serta agama. Setelah suatu pandangan hidup
terbentuk, masyarakat dapat mengatur kehidupan mereka berdasarkan pada
pandangan hidup, dimana ide, kepercayaan dan konsep-konsep membentuk suatu
jalinan konsep yang saling berhubungan atau architectonic network, untuk
meminjam istilah Kant. Ketika bangunan konsep dalam suatu pandangan hidup telah
terbentuk maka adapsi, tansmisi dan transformasi konsep-konsep asing adalah
sesuatu yang tidak lagi masalah. Tapi dalam kasus kebudayaan Barat, transmisi
konsep-konsep asing melalui penterjemahan pada abad ke 5, atau awal Abad Pertengahan,
seperti dinyatakan Marenbon, masih sangat sedikit. Ini terjadi karena bangunan
konsep dalam pandangan hidup Barat belum terbentuk. Orang-orang Krsiten tidak
berani menterjemahkan dan mensintesiskan pemikiran Yunani dengan dengan doktrin
Kristen. Pernyataan Peter sangat jelas, bahwa orang Kristen tidak dapat
menyempurnakan penterjemahan Organon Aristotle khawatir akan membahayakan
keimanan mereka. Mereka tidak mampu menyerap kecanggihan pemikiran Yunani
karena tidak adanya mekanisme yang canggih untuk memproduksi konsep-konsep
keilmuan yang terstruktur ’scientific conceptual scheme’ dalam pandangan hidup
mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa struktur konsep keilmuan di Barat lahir
segera setelah mereka bersentuhan dengan peradaban Muslim yang canggih. Jadi
ketika peradaban Islam memimpin dunia sejak abad ke 7 M hingga abad ke 15 M
Barat tidak hanya mentransfer pemikiran Yunani dari Arab ke Latin, tapi juga
menyerap mekanisme intelektual mereka yang canggih. Temuan Jayyusi tentang
cara-cara Barat mentransfer berbagai aspek dari peradaban Islam, merupakan
bukti yang memadahi bahwa sebenarnya mereka waktu itu sedang mengembangkan
struktur konsep keilmuan dalam pandangan hidup mereka. Setelah mereka
mengembangkan pandangan hidup mereka, orang Kristen Barat tidak lagi khawatir
menerjemahkan teks-teks Yunani seperti sebelumnya, apalagi teks-teks yang telah
disintesakan atau dimodifikasi oleh orang-orang Muslim.[30] Jadi lahirnya
filsafat dan sains di Barat bukan hanya karena jasa terjemahan dari Yunani kedalam
Islam atau Islam ke Latin, tapi juga karena adanya transmisi pandangan hidup
Islam yang memilik struktur konsep keilmuan yang canggih kedalam pemikiran
orang Barat.
Dari uraian diatas maka
akar kebudayaan Barat bervariasi dan diantara akarnya yang mendorong munculnya
abad Pencerahan adalah pandangan hidup Islam. Untuk menggaris bawahi kajian
diatas pernyataan al-Attas yang sangat tepat dan penting untuk dikutip adalah
bahwa kebudayaan Barat: …..berkembang dari fusi kultur, filsafat, nilai dan
aspirasi Yunani dan Romawi; dicampur dengan Yahudi dan Kristen, yang kemudian
dikembangkan dan dibentuk oleh orang-orang Latin, Jerman, Celtic dan Nordic.
Dari Yunani diambil elemen filsafat dan epistemologi, dasar-dasar pendidikan,
etika dan estetika; dari Romawi diambil elemen hukumnya, ketata-negaraan dan
pemerintahannya; dari Yahudi dan Kristen diambil elemen kepercayaannya dan dari
orang-orang Latin, Jerman, Celtic dan Nordic diambil jiwa independen,
nasionalisme dan nilai-nilai tradisionalnya. Pengembangan ilmu-ilmu alam dan
fisika serta teknologi, yang dilakukan bersama orang-orang Slavia telah
mendorong mereka mencapai puncak kekuasaan. Islam juga memberi sumbangan sangat
penting kepada kebudayaan Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan dalam
menanamkan semangat rasional dan keilmuan. Namun ilmu pengetahuan dan juga
semangat rasional dan keilmuan itu telah dibentuk ulang agar sejalan dengan
kultur Barat, sehingga semuanya menyatu dan bercampur dengan elemen-elemen lain
yang membentuk ciri-ciri dan wajah kebudayaan Barat.[31] Poin penting yang
perlu dicatat adalah bahwa diantara akar kebudayaan Barat adalah ilmu
pengetahuan, semangat rasional dan keilmuan yang disumbangkan Islam, dan itu
semua merupakan elemen terpenting yang merupakan produk pandangan hidup Islam.
Namun, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa karena Barat mengambil dari
Islam, maka Muslim sekarang dapat mengambil segala sesuatu dari Barat. Sebab,
seperti dinyatakan oleh al-Attas, konsep-konsep Islam yang diambil Barat telah
dimodifikasi sehingga nilai-nilai Islam tidak dapat lagi dikenali, yang nampak
menonjol adalah wajah kebudayaan Barat. Proses yang sama juga terjadi ketika
Islam sebagai peradaban yang memiliki konsep-konsep yang kuat, konsep-konsep
pinjaman dari kebudayaan asing dimodifikasi dan ditransmisikan kedalam
lingkungan konsep Islam dan hasilnya adalah konsep-konsep yang berwajah Islam.
Proses itu perlu kini perlu dilakukan kembali agar konsep-konsep asing menjadi
tuan rumah dalam peradaban Islam yang agung ini.
B. Pengaruh Budaya Barat di Indonesia
Dewasa ini, kebudayaan
Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada
Barat. Peradaban Barat telah menguasai dunia. Banyak perubahan-perubahan
peradaban yang terjadi di penjuru dunia ini. Kebudayan Barat hanya sebagai
petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu berperadaban mulia, sedikit demi
sedikit mulai mengikuti kebudayaan Barat.
Secara timbal balik,
tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua
peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh
yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Dengan Menelusuri
kondisi sosial di barat saat ini akan bisa diketahui berbagai perilaku dan
sikap barat terhadap dunia lain. Sikap agresif barat terhadap dunia lain
disebabkan karena ketertinggalan mereka dahulu dengan peradaban dunia lainnya
yang bergerak dinamis selama berabad – abad dalam pergaulan antar peradaban.
Sedangkan dunia barat lebih banyak bergulat dalam dunia mereka sendiri dan
terkucil dari peradaban lain di belahan dunia. Ketertinggalan atau keterasingan
itu menyebabkan terjadi jurang yang lebar dan terjal dalam peradaban barat
terhadap dunia – dunia lainnya, sehingga pada suatu saat barat berusaha untuk
menutupi jurang – jurang itu dengan berbagai cara, termasuk didalamnya perang
peradaban yang dilancarkan barat sejak berabad – abad silam. Perang peradaban
barat itu antara lain adalah usaha barat untuk menutupi ketertingalan dan
keterasingannya dengan dunia lainnya. Disamping itu, ada kepentingan -
kepentingan politiknya yang sangat agresif.
Agresifitas politik
barat ini tidak disanksikan selama berabad – abad, telah terjadi pergaulan
antar bangsa dan peradaban. Dan semua itu berlangsung dengan damai. Siapa yang
ingin meniru maka tirulah, dan siapa yang tidak ingin meniru maka hargailah.
Begitulah kondisi peradaban saat ini.
Maka dengan gencarnya,
para pemuka-pemuka kebudayaan memperkenalkan peradaban masing-masing negara.
Terlebih lagi negara barat yang selalu mempublikkan kebudayaan mereka. Maka
disini penulis hanya memaparkan pengaruh kebudayaan terhadap kebudayaan negara
timur khususnya negara kita.
1.
Terhadap Ilmu
Pengetahuan
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya diharapkan dapat membawa dampak
positif bagi terciptanya masyarakat moderen yang menghargai kebudayaan
tradisionalnya. Dengan ilmu pengetahuan masyarakat akan berubah dari kondisi
sebelumnya menjadi masyarakat yang moderen. Selain itu ilmu pengetahuan
setidaknya menjadi komponen penting yang dapat membawa masyarakat menjadi paham
mengenai apa yang hendaknya dipertahankan sebagai warisan masa lalu.
Perkembangan
terknologi, terutama masuknya kebudayaan asing (barat) tanpa disadari telah
menghancurkan kebudayaan lokal. Minimnya pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi
kebudayaan yang melahirkan jenis kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut
tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan
asli masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa.
Dari ilmu pengetahuan
yang berasal dari barat, memang sekilas kita pandang maju dan modern, tetapi
dibalik itu ada unsur politik yang membuat kita kedalam penjajahan budaya.
Seperti yang akan kita kupas dari beberapa segi nantinya. Pada dasarnya barat
ingin menguasai dunia dengan kemajuan pemikiran mereka. Banyak cara yang mereka
tempuh seperti banyaknya teori –teori yang keliru dan belum ada titik terangnya
dalam ilmu pengetahuan. Seperti teori alam semesta, teori budaya bebas yang
mengacu kepada hak asasi manusia, dan ada pula teori politik yang membuat
manusia keperadaban yang lebih rendah.
Kemajuan pemikiran
mereka bila dipandang dari segi teknologi, memang sangat membantu kita kepada
kemudahan-kemudahan hidup. Tetapi dengan kemudahan-kemudahan itu barat juga
memasuki unsur pengrusakan budaya-budaya suatu negeri dengan kebudayaan mereka.
Ada beberapa pengaruh kebudayaan barat yang bisa kita lihat terhadap ilmu
pengetahuan secara global, yakni :
2. Pada Segi Ekonomi dan Politik
Pada akhir-akhir abad
XIII penemuan-penemuan tekhnik industri, dan berhasilnya pelayaran Colombus dan
Vasco Da Gama, memberikan bangsa eropa kekuasaan setrategis di laut samudra,
hal ini menyebabkan revolusi industri eropa menjadi penguasa ekonomi di seluruh
dunia. Dari sini, dimulailah usaha menghancurkan tata nilai dan norma-norma
budaya Islam ataupun dunia. Penjajahan dengan kekuatan militer selama
berabad-berabad tidak banyak memberikan hasil, namun dengan ekspansi industri
secara massal membuat bangsa-bangsa timur menjadi tercengang, yang menuntut perubahan
cara berfikir dan mental generasi dunia dari masa ke masa dan akhirnya tanpa
disadari kecendrungan meniru dan mempelajari metode-metode perekonomian dan
ilmu pengetahuan barat yang nota bene bertentangan dengan syari’at islam sangat
kuat.
System ekonomi sosialis
dan kapitalis tidak dapat ditolak oleh dunia timur, sehingga upaya
menghilangkan system ekonomi islam hampir berhasil dengan sempurna,
penghormatan terhadap hukum riba misalnya, telah dianggap menghambat laju
perekonomian. Cengkraman perekonomian ini semakin kuat dengan cara damai,
Investasi barat dan konsesi ekonomi menjadikan timur sebagai bangsa terjajah
yang berkepanjangan. Dan sentuhan ekonomi kolonialisme dan kapitalisme lambat
laun mengacaukan etika kehidupan.
Eksploitasi kekayaan dan
investasi modal seakan menghentikan pergerakan dan peduli social budaya. Dan
kekuatan-kekuatan negeri timur takluk dan tunduk di atas kertas. Tahap ekonomi
agaknya factor yang lebih penting dan lengkap. Tetapi lebih umum penjajahan
yang dimulai dengan proses ekonomi yang esensiil, terkenal dengan “ perembesan
damai “. Ia memperoleh cengkraman finansiil dalam bentuk pinjaman dan konsesi
atas negeri timur, yang selama ini merdeka dari modal barat, yang membawa
kepada terwujudnya kendali politik. Kenyataan tersebut berlaku pada semua
negeri timur, tidak terkecuali Indonesia. Dominasi ekonomi barat sangatlah
kuat, ekonomi syariah yang berabad-abad telah diterapkan mulai terpinggirkan
kedaerah pedalaman di desa-desa terpencil. Dan orang timur mulai mencintai produk
barat secara damai, tanpa berpikir bahwa mereka akan ditelanjangi dari
norma-norma dan aqidah islam.
Factor yang tak dapat
di bantah, pada umumnya orang-orang timur sendiri lebih suka membeli
barang-barang produksi barat dari pada memakai hasil negaerinya sendiri. Buat
orang barat, hal ini terasa suatu keanehan, mereka tidak mengerti, mengapa
orang timur lebih suka barang-barang buatan barat yang murah, tetapi bentuk dan
mutunya yang khusus dibuat untuk pasaran timur, dibanding dengan barang-barang buatan
dalam negeri sendiri yang lebih baik mutunya dan amat bagus buatannya.
Jawabannya yang sebenarnya ialah, oleh karena orang timur umumnya tidak
mengerti tentang mutu seni barang, dan hanya melihat kepada kemajuan teknologi
dan budaya barat yang saat ini telah mendunia.
Dari kenyataan di atas,
kita tidak dapat menafikan, bahwa mayoritas negeri timur telah terperangkap
dalam penjajahan ekonomi dan budaya, begitu pula dengan negeri ini. Contoh riil
adalah di bidang ekonomi, system ekonomi kita yang sangat keras, seakan tidak
memberikan peluang bagi usaha kecil untuk berkembang. Prinsip ekonomi ini
sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi islam yang sangat memperhatikan
aspek social dan keadilan. Agama ini melarang praktek transaksi ekonomi yang
mengganggu keserasian hubungan antara anggota masyarakat. Di samping itu islam
menetapkan bahwa dalam harta milik pribadi terdapat hak orang yang membutuhkan
yang harus disalurkan kepada mereka, baik dalam bentuk zakat maupun sedekah dan
lain sebagainya.
Kekerasan ekonomi yang
ditanamkan oleh barat telah melupakan kita, bahwa selain bertanggung jawab
kepada pemilik modal (investor) atau pemegang saham, kita juga akan dimintai
pertanggung jawaban di hadapan Allah nanti di Yaumul Qiyamah. Ini adalah bentuk
penjajahan yang hingga saat ini belum merdeka, ketimpangan-ketimpangan ekonomi
dan kesenjangan social terjadi di semua lapisan masyarakat, sebagai akibat dari
maskulinitas system perekonomian yang telah jauh menyimpang dari kaidah-kaidah
islam.
2. Dari Segi Sosial dan Budaya
Jauh sebelum kebudayaan
barat masuk ke bumi pertiwi, kebudayaan kita jauh lebih berperadaban. Hidup
bermasyarakat dengan norma-norma kesusilaan telah dahulu ada di peradaban
negara kita. Saat ini, kebudayaan itu sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Kita juga tidak dapat
berpaling dari kenyataan penjajahan budaya barat. Bahwa bangsa ini selalu demam
dengan trend-trend barat yang asusila. Satu contoh saja kita ambil. Ketika
orang-orang barat menyelenggarakan kontes ratu sejagat misalnya, maka dengan
antusias Negeri timur mendelegasikan wanita-wanita terhormatnya untuk
ditelanjangi, Cuma karena takut dikatakan terbelakang dan tidak modern. Belum
lagi desain-desain busana wanita yang sangat tidak menghargai keindahan tubuh
wanita, kemolekan tubuh wanita yang seharusnya ditutupi, dieksploitasi ke
setiap sudut mata memandang. Ini salah satu bentuk penjajahan budaya bukan?
Sungguh ironis memang.
Dan yang lebih ironis
lagi, Budaya berpakaian bebas, kadang membuat generasi kita tergiur. Dari
pemikiran barat yang mengacu kepada kebebasan hak asasi manusia dan kebebasan
berekspresi membuat kita ikut-ikutan. Sebagian dari kita menganggap teori hak
asasi manusia ini sebagai suatu keadilan.
Munculnya pemilihan
Miss Universe sebagai ajang internasional pada tahun 1952, motif utamanya
adalah bisnis. Perusahaan Pasific Mills menyelenggarakan acara itu untuk
mempromosikan pakaian Catalina. Pada tahun1996, Donald Trump membeli hak
kepemilikan kontes ini yang kemudian ditayangkan CBS dan pada tahun 2003
beralih ke NBC, yang tentunya sangat kental dengan kepentingan bisnis. Demikian
pula di Indonesia, kontes ratu-ratuan ini yang dimobilisasi oleh perusahan
kosmetik Mustika Ratu dan Marta Tilaar, hanyalah untuk mempromosikan produknya,
sehingga wanita Indonesia akan tergila-gila kosmetik. (Buletin Sidogiri. hal 13
edisi 20 Rajab 1428 H).
Dikatakan “kontes
tersebut diantaranya bertujuan mendongkrak citra bangsa di hadapan dunia,
bagian dari keterbukaan dan kebebasan hak asasi, pemilihan putri tidak hanya
mengandalkan kecantikan, tapi kecerdasan dan sopan santun”. “ Perekonomian
nasional bisa hancur akibat dari UU APP ini “ ujar Poppy Darsono, penasehat
Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang diikuti oleh Ikatan
Perancang Mode Indonesia (IPMI), Asosiasi Pemasok Garment Aksesori Indonesia
(APGAI), Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), Asosiasi Manufaktur Indonesia
(AMI),Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) dan Asosiasi Pengelola Pusat
Belanja Indonesia (APPBI). (AULA, hal: 16, edisi April 2006).
Apapun alasan yang
dijadikan justifikasi dalam ajang tersebut hanyalah sebuah usaha menelanjangi
norma-norma negeri timur dan usaha melegitiminasi penjajahan terhadap budaya
islam. Karena mendongkrak citra bangsa, kebebasan hak asasi, kecerdasan suatu
bangsa dan sopan santun ataupun peradaban yang modern tidak bisa
dipresentasikan dengan seorang gadis atau wanita yang tidak punya rasa malu
untuk telanjang di hadapan dunia. Ini adalah bukti kebodohan yang tidak pernah
mengerti tentang tata nilai dan kehormatan sebuah bangsa.
3. Terhadap Kebudayaan Tradisional
Seiring perkembangan
zaman, era masyarakat modern kini cenderung lebih mengakar pada budaya Barat
yang dianggap lebih berkualitas. Semangat zaman dengan pengaruh Barat ini,
sudah dianggap sebagai ciri kemodernan atau sebagian dari ekspresi kebudayaan
terkini.
Berdasarkan atas
peristiwa paradigma budaya yang ada di daerah kita, kita harus prihatin dan
juga perlu memberi buah pikir kepada masyarakat tentang budaya daerah lokal
sangatlah penting. Dengan demikian kita dapat meneladani para nenek moyang kita
terdahulu yang telah susah payah membuat suatu budaya yang telah tercipta dan
tidak terpikirkan oleh kita betapa sulitnya membuat budaya yag mempunyai nilai
estetika yang tinggi.
Melihat fenomena
Indonesia bahwa tentang modernisasi, dan pengaruh Negara maju. Banyak efek atas
keberlangsungan pembangunan Indonesia. Secara system memang Indonesia sudah
lebih maju, namun dari kemajuan itu baik dari pendidikan,social, dan
tekhnologi. Para pelakunya tidak pernah memperhatikan efek dari kemajuan itu,
utamanya bagi masyarakat yang belum siap mengikutinya dan juga para generasi
muda.
Jelas SDA dan SDM akan
semakin lemah dan berkurang karena didalam pembagunan itu sendiri konteks
Indonesia tidak memperhatikan etika pembangunan. Bahkan adanya tuntutan
kemajuan semakin lama semakin tidak bisa mengelola dan mengaturnya. Contoh satu
juga kita ambil seperti pemilihan Presiden. Ternyata uang yang banyak dibuang
secara sia-sia. Mengapa uang itu tidak untuk pemberdayaan masyarakat. Artinya
pemilu demokrasi sah-sah saja akan tetapi jangan terlau banyak mengeluarkan
uang Negara hanya untuk acara yang sesaat.
Negara kita yang
dikategorikan negara berkembang sebenarnya belum siap dengan kemajuan yang
berasal dari pemikiran barat. Barat yang dengan seluruh kebudayaannya mendukung
berjalan kemajuan mereka. Tetapi kita yang masih memakai kebudayaan timur, dan
sedikit banyaknya telah tersusupi oleh pemikiran barat malah menjadi kacau
balau. Masyarakat belum siap menghadapi perubahan sosial.
Masuknya modernisme dan
hegemoni Negara adidaya yang masuk ke-Indonesia menjadikan budaya yang tercipta
di Indonesia kini sudah seakan-akan mulai luntur, berbagai kesempatan orang
asing memasuki Indonesia, mengakibatkan terberangusnya budaya yang ada (tradisonal)
seperti gotong royong, norma-norma, etika, estetika alam dan solidaritas
terkikis perlahan-lahan sehingga terjadi renggangnya budaya kebersamaan.
Budaya barat yang di
bawa oleh orang barat mengakibatkan orang Indonesia terluluh lantahkan untuk
mengikuti budaya tersebut. Pola hidup yang sifatnya sesaat, nafsu dunia,
mengakibatkan dekadensi, baik moral, seni dan lainya. Budaya tradisional
akhirnya kalah menarik, mereka lebih tertarik mengembangkan budaya asing yang
serba seksi dan enggan dengan budaya yang kuno ( tradisional). Makanya tidak
salah dibalik kemajuan Indonesia sebetulnya mengalami kemunduran terutama
dibidang SDA dan SDM-nya. Karena tidak ada perkiraan dalam jangka panjang (
kurangnya etika dalam pengelolaan dan pelestarian itu sendiri).
Padahal yang
tradisional jika masyarakat bisa berfikir dengan akal sehatnya bahwa budaya
yang tradisional apabila dikembangkan maka mampu menarik budaya disekitarnya
untuk mengikutinya. Dengan rasioalisasinya menjaga dan terus melestarikan
budaya itu. Namun tidak sepenuhnya dengan mempertahankan budaya yang ada akan
mampu menciptakan perubahan. Karena kita tau ada kemungkinan terciptanya sebuah
perubahan lewat dua factor penting ini, pertama faktor internal, kedua faktor
eksternal.
Indonesia mendambakan
pembangunan baik ekonomi, pendidikan, stabilitas social dan politik. Secara
umum Pembangunan adalah merupakan suatu upaya bagaiamana memajukan suatu tempat
sehingga strata dengan tempat yang sudah dianggap maju. Baik itu ekonomi,
pendidikan, politik, dan budaya. Seperti di Negara Eropa, cina dan Negara yang
berkembang lainya. Ketika kita mencoba melihat pada daerah terpencil (
desa-desa) yang hanya bisa melihat sebuah perkembangan sains dan tekhnologi.
Maka pembangunan dianggap suatu malapetaka. Mengapa malapetaka, karena ia
mempunyai asumsi dasar bahwa sulit untuk mengikuti pola hidupnya. Terutama
dalam dunia pendidikan, disebabkan karena ekonomi lemah. Pembangunan yang
memiliki orientasi materi maka seseorang atau masyarakat untuk mengikuti negara
yang sudah maju terutama dibidang ekonomi maka dibutuhkan kreatifitas yang
tinggi pada setiap personal. Tangguh, siapa bermain dan bersaing didunia modern
ini.
Budaya asing yang masuk
keindonesia menyebabkan multi efek. Budaya keindonesiaan perlahan-lahan semakin
punah.berbagai iklan yang mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks
modern dan tidak trsdisional sehingga memunculkan banyaknya kepenctingan para
individu yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain. sehingga yang
terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya
kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang sifatnya
hanya memuaskan kehidupan semata.
Dalam teori modernisasi
dinyatakan bahwa setiap Negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan
keuntungan komfaratif yang dimilikinya. Negara-negara dikatulistiwa yang
tanahnya subur, misalnya, lebih baik melakukan spesialisasi dibidang produksi
pertanian. Sedangkan dibumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk
pertanian, sebaiknya melakukan spesialisasi produksi dibidang Industri.Mereka
harus mengembangkan tekhnologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi
negrinya.
Ada dua permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat dunia, termasuk didalamnya Indonesia yaitu
masalah sosial politk dan masalah ekonomi. Maka dari dua masalah ini sangat
rumit untuk diselesaikan dikarenakan banyaknya kepentingan yang terselubung
dalam masalah diatas maka tidak salah ada sebuah ungkapan dalam suatu
masyarakat yang menginginkan kesejahteraan. Bahwa masyarakat akan percaya pada
pemerintah apabila ia mampu mejaga kestabilan ekonomi yang secara generalnya
mampu menjaga proses jalannya ekonomi itu sendiri lebih lebih dalam suaka
politik yang didalamnya berbagai kepentingan terselubung bahkan dalam politik ini
membutuhkan kejelian dan kejeniusan dalam melihat sebuah fenomena baik itu
kaitannya politik, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu
mempunyai misi yang sama ingin menciptakan sebuah perubahan. Walaupun cara yang
ia gunakan sangat beragam. Pada akhirnya, sejarahlah yang akan membuktikannya
nanti.
Langganan:
Postingan (Atom)